Ranti Petani cabagi Asli Grobogan Lebih Memilih Bertani Ketimbang Kerja di Kantoran

GROBOGAN, suaramerdeka.com – Bertani bukan sebuah pilihan popular bagi para generasi milenial saat ini.

Mereka lebih memilih pekerjaan yang kekinian atau pekerjaan tetap seperti perkantoran, guru, hingga menjadi buruh di sebuah pabrik perseroan. Atau jika memilih usaha sendiri, berdagang adalah sebuah pilihan yang mereka cari.

NAMUN berbeda dengan seorang Marantias Tiandari (28). Gadis manis asli Desa Guci, Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan ini lebih memilih untuk meneruskan pekerjaan almarhum ayahnya sebagai petani Lombok.

Kisah Ranti sapaan akrabnya, yang memilih untuk menggeluti dunia pertanian patut dijadikan teladan bagi kaum muda.

“Teman seangkatan saya di di SMK 1 Purwodadi rata-rata lebih memilih bekerja di kantoran, tapi jarang yang seperti saya. Menurutku lebih enak jadi bos untuk diri sendiri,” ujar putri pasangan alm Maryoto dan Siti Toharoh itu saat ditemui Suara Merdeka di kediamannya.

Keputusannya menjadi petani memang tidak langsung datang tiba-tiba. Tahun 2011, usai lulus sekolah, Ranti sempat mencari pekerjaan di Semarang. Namun hasilnya nihil. Tak ada satupun panggilan kerja dari puluhan kertas lamaran yang telah ia diajukan ke perusahaan.

Hingga akhirnya, dia nekat mengadu nasib ke luar negeri. Pada tahun 2013, Ranti pamit kepada kedua orang tuanya untuk bekerja di salah satu pabrik di Korea Selatan.

“Rencana awal sih pergi ke luar negeri mau kuliah jurusan Administrasi karena memang dulu di SMK lulusan Administrasi Perkantoran,” katanya.

Sepulang dari Korea, keluarga di rumah sedang sibuk bersiap untuk menanam. Lahan, bibit dan segala sesuatu yang dibutuhkan sudah dipersiapkan.

Namun, sang ayah, Maryoto jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Persiapan tanam pun buyar. Keluarga berduka. “Benih yang disiapkan akhirnya dijual kembali,” katanya.

Merintis Kembali

Kakak dari Nico Ageng Wibowo (19), itu tidak mau larut dalam kesedihan yang mendalam, meski meninggalnya sang ayah memang membuat ia dan keluarganya terpukul. Namun, hal itu hanya akan membuatnya terjerumus dalam kegagalan.

Dibantu sang paman (Dani), Ranti mencoba merintis kembali usaha ayahnya. Ranti mulai belajar memahami cara mengolah lahan, membuat pembenihan, cara menanam, pemupukan, hingga pemasaran. “Terjun di dunia pertanian tanpa guru, hanya dibantu om saya,” sambungnya.

Awalnya, Ranti hanya meneruskan usaha sang ayah. Kemudian, Tahun 2019 Ranti membeli tanah seluas 1.300 meter persegi untuk memperluas lahan. Pilihannya jatuh pada tanaman cabai.

“Orang sini monoton hanya menanam padi dan bawang merah. Kalau cabai masih kurang peminatnya,” tuturnya sembari mengingat kembali memori masa lalunya.

Pada tahun 2020, Ranti pertama kali merasakan panen lombok dari hasil usahanya sendiri. Ranti girang bukan main. “ Saya panen Lombok sendirian. Hasilnya 20 kilogram,” tuturnya antusias.

Baginya, terjun di dunia pertanian secara penuh adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Banyak hal-hal baru yang ia jumpai.

Jika sebelumnya, ia hanya bantu-bantu ayahnya saat panen, kini ia harus mengerjakan semuanya sendiri.

Jungkir balik dalam bertani tak membuatnya kendur dan memilih terus berjuang karena dirinya yakin tak ada usaha yang sia-sia. “Harapannya tidak muluk-muluk, terpenting selalu jalan terus,” ucap dia.

Bahkan, ia sempat harus menanggung kerugian Rp 10-15 juta gara-gara harga cabai anjlok pada tahun 2020. Saat itu, harga lombok di Grobogan turun drastis.

Dari harga semula Rp 20 ribu perkilogram turun menjadi Rp dua ribu hingga Rp empat ribu perkilogram.

“Awal pandemi semua harga anjlok. Dijual pun susah. Akhirnya, cabai-cabai itu saya jemur, dikeringkan. Saya jual kering. Dari 10 kg cabai yang dikeringkan hanya 2 kg yang terjual,” kisah dia.

Kendala lainnya, adalah hama tikus, jamur dan sulitnya mencari pupuk yang jamak dihadapi para petani di Grobogan.

“Susah mencari pupuk subsidi, harganya naik drastis. Padahal harga cabai sedang anjlok. Tapi kalau mau jadi petani sejati itu mau gagal mau sukses ya harus dijalani, jadi prinsip itu,” tandasnya.

Kini, Ranti ingin memperluas bisnisnya dengan berjualn pupuk dan kebutuhan pertanian lainnya. Berkat ketekunan dan keuletannya, ia berhasil menjadi petani muda yang sukses.

“Dengan kehadiran tim ECHO Green yang didukung pendanaan Uni Eropa kami semakin semangat dalam mengembangkan pengetahuan bertani,” katanya.

Ranti berharap di Hari Tani Nasional ini kalangan generasi muda mengikuti jejaknya menjadi petani. Menurutnya, Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Memiliki lahan yang sangat luas dan subur.

“Ayolah jangan turun ke kantoran saja, cobalah turun ke pertanian. Indonesia lahannya luas lho, kita bisa menjadi negara super lho. Kenapa ga dikembangin negara kita,” ucapnya.

Sumber: http://echogreen.id/ranti-petani-cabai-cantik-asli-grobogan-lebih-memilih-bertani-ketimbang-kerja-di-kantoran/

Program Echo Green Gelar Pelatihan Pertanian dan Penanganan Pasca Panen Untuk Komoditas Prioritas Berdasarkan Model Terpilih

Mataram, Selaparangnews.com– Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertanian menyumbang 13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2020 dengan pertumbuhan 2,59 persen (YoY) pada kuartal keempat tahun 2020 menjadi penyumbang terbesar ketiga bagi PDB, karena pertanian telah mendukung perekonomian bangsa.

Terlepas dari pertumbuhan dan signifikansi pertanian, ada banyak tantangan yang dihadapi oleh 33,5 juta petani di balik pertanian Indonesia. Selama masa persiapan cocok tanam, banyak petani mengalami kesulitan akses modal dan belum menerapkan metode persiapan yang matang.

Selain itu, banyak juga petani yang masih mengandalkan metode tradisional dan banyak produksi pertanian yang terancam oleh kondisi iklim. Dan pada masa panen dan pasca panen, banyak petani yang mengalami kesulitan dalam menyalurkan hasil produksinya karena keterbatasan akses pasar.

Berangkat dari persoalan itu, maka Penabulu sebagai lead bersama mitra pelaksana yaitu ICCO Cooperation, Konsil LSM dan KpSHK, secara konsorsium melaksanakan “Promoting Green Economic Initiatives by Women and Youth Farmer in The Sustainable Agriculture Sectors in Indonesia (ECHO Green)”

Hal itu bertujuan untuk mempromosikan inisiatif ekonomi hijau oleh petani perempuan dan generasi muda di sektor pertanian berkelanjutan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, kesempatan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Kegiatan utama dari proyek ini adalah untuk memperkuat efektivitas keterlibatan perempuan dan pemuda dalam tata ruang desa dan tata guna lahan, Meningkatkan praktik pertanian berkelanjutan kelompok tani perempuan dan pemuda di 3 kabupaten sasaran di 3 Provinsi di Indonesia; Padang Pariaman (Sumatera Barat), Grobogan (Jawa Tengah) dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat) periode Januari 2020 hingga Desember 2022.

Untuk mendukung tujuan tersebut, Program ECHO Green yang didanai Uni Eropa melakukan kolaborasi dengan Tani Foundation; sebuah organisasi yang bergerak dalam mewujudkan kegiatan pertanian yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan petani.

Kegiatan Pelatihan tentang pertanian yang baik dan praktik penanganan pasca panen untuk komoditas prioritas berdasarkan model praktik pertanian terpilih di kabupaten Lombok Timur dilaksanakan selama 3 hari di Hotel Santika Mataram – NTB, yakni dari 09 hingga 11 November 2021

Kolaborasi/kerjasama dilakukan melalui capacity building berupa pelatihan untuk peningkatan pengetahuan dan kapasitas tim di internal Echo Green dan petani di wilayah kerja Echo Green sehingga dapat memperoleh pengetahuan baru yang akan meningkatkan produktivitas pada masa persiapan cocok tanam, masa cocok tanam, dan masa panen dan pasca panen.

Kerjasama berupa pelatihan dan peningkatan kapasitas dilakukan pada dua fase yang akan melibatkan tim internal Echo Green dan be neficiaries di masing-masing wilayah.

Pada fase pertama dilakukan peningkatan kapasitas untuk tim internal ECHO Green melalui kegiatan Train of Trainers untuk PM, SDC dan TA, yang bertujuan ditujukan untuk membekali tim ECHO Green sebagai fasilitator yang memiliki kapasitas dalam perencanaan keuangan bagi kegiatan pertanian, praktik pertanian sesuai standar Good Agriculture Practice, dan dinamika permintaan-penawaran komoditas pertanian. Kegiatan ini telah dilakukan pada tanggal 20, 23 dan 25 Agustus 2021.

Selanjutnya, pada fase kedua kegiatan peningkatan kapasitas kolaborasi ECHO Green dan Tani Foundation akan melakukan seri pelatihan yang akan melibatkan beneficiaries di masing-masing wilayah intervensi ECHO Green, setiap wilayah akan mengajukan satu perwakilan dari kelompok tani yang didampingi untuk mengikuti seri kegiatan ini.

Secara implementatif, kegiatan akan didampingi oleh SDC dan TA Pertanian yang telah mengikuti seri kegiatan pada fase pertama dan di fasilitasi oleh perwakilan dari Tani Foundation.

Meningkatnya pengetahuan peserta yang berasal dari perwakilan kelompok petani perempuan dan generasi muda terbentuk dalam praktik pertanian ramah lingkungan sesuai standart GAP dan GHP.

Selain itu ialah adanya fasilitator/kader petani perempuan dan generasi muda tani dari masing-masing kelompok yang terbentuk dan didampingi.

Kegiatan pelatihan dilakukan melalui kolaborasi ECHO Green bersama Tani Foundation yang akan dihadiri oleh perwakilan kelompok tani perempuan dan generasi muda tani di 3 kabupaten sasaran.
Kegiatan dilakukan selama 3 hari pelatihan di masing-masing kabupaten, dengan tema pelatihan yang berbeda di setiap sesinya.
Di setiap sesi akan dipandu oleh fasilitator (PM di masing-masing kabupaten, SDC dan TA Lokal). Serta akan dipandu oleh Tenaga Ahli, baik dari ECHO Green maupun dari Tani Foundation.

Setiap sesi diisi dengan kegiatan penyampaian materi, tanya jawab, uraian tugas kelompok, presentasi dan kesimpulan. Setiap sesi akan dilengkapi dengan pre-test dan post-test yang bertujuan untuk menilai pemahaman peserta dalam menangkap materi dan tugas yang diberikan.

Mengacu situasi pandemi COVID-19 di 3 wilayah, teknis kegiatan mematuhi kebijakan PPKM di setiap wilayah. Kegiatan offline juga akan memberlakukan protokol kesehatan yang telah ditentukan oleh pemerintah. (*)

Sumber: http://echogreen.id/program-echo-green-gelar-pelatihan-pertanian-dan-penanganan-pasca-panen-untuk-komoditas-prioritas-berdasarkan-model-terpilih/

Desa di Grobogan Diminta Terintegrasi Tata Kelola Wilayah dengan RPJMD

Murianews, Grobogan – Pemerintah Desa di Kabupaten Grobogan diminta mengintegrasikan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dengan tata Kelola wilayah. Imbauan itu terungkap dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas bagi Pemerintah Desa di Hotel Grand Master Purwodadi. Kegiatan itu digelar selama Senin hingga Kamis (7-10/11/2022). Acara tersebut diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dispermades) Grobogan bersama Yayasan Penabulu dengan Program ECHO Green. Adapun peserta kegiatan tersebut yakni perwakilan pemerintah desa di Kecamatan Godong dan Penawangan serta Desa Nampu, Kecamatan Karangrayung. Sekretaris Dispermades Kabupaten Grobogan Heru Praja mengatakan, agenda tersebut dalam rangka mengintegrasikan perencaan desa yang inklusif dan terakomodir dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di tingkat desa. Salah satu yang didorong untuk dikembangkan yakni sektor pertanian. Menurut Heru, petani secara sederhana harusnya mulai fokus pada pengurangan modal pertanian. Namun, dengan kuantitas dan kualitas hasil pertanian yang tetap terjaga.

’Ini dapat dilakukan dengan mulai berlatih meramu input pertanian yang dibuat dari bahan baku yang murah dan ramah lingkungan pertanian,’’ kata dia. Menurutnya, kelompok generasi muda tani kita harus mulai bijak dalam memanfaatkan teknologi informasi. Selain itu juga teknologi pertanian untuk mendorong produktif dan mutu, agar memiliki daya saing. Sementara itu, Sardi Winata, Bidang Advokasi dan Patnersip Officer Program ECHO mengharapkan seluruh Pemdes di Kecamatan Godong dan Penawangan dapat mengembangkan kegiatan yang telah dimulai oleh Tim ECHO Green dua tahun terakhir. Di mana, kegiatan itu dimaksukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) desa tahun yang akan datang. ’’Mengenai peraturan Tata Kelola Wilayah Desa, kami telah menyusunnya di dua desa di Kecamatan Godong dan di dua Desa di Kecamatan Penawangan sebagai percontohan,’’ kata dia. Menurut Sardi Winata, Perdes Tata Kelola Wilayah Desa menjadi penting karena memudahkan desa dalam mengatur peruntukan ruang wilayah desa. Yakni dengan tetap memperhatikan ketetapan aturan yang lebih tinggi, yaitu Perda RTRW Kabupaten Grobogan. ’’Perdes Tata Kelola Wilayah Desa memberikan wewenang kepada pemerintah desa dalam menahan laju alih fungsi lahan pertanian. Selain itu juga dapat menetapkan kawasan ekonomi hijau pertanian berkelanjutan untuk mendukung perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B),’’ tutupnya.

Sumber: http://echogreen.id/desa-di-grobogan-diminta-terintegrasikan-tata-kelola-wilayah-dengan-rpjmd/

Sekda Grobogan Terima Audensi Delegasi Uni Eropa dan Echo Green

Grobogan – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Grobogan Dr. Ir. Moh. Sumarsono, M.Si menerima audiensi delegasi Uni Eropa untuk Indonesia & Brunei Darussalam serta dari ECHO GREEN di ruang rapat wakil bupati Grobogan, Kamis (10/11/2022). Maksud dari audiensi ini adalah guna menyampaikan capaian program ECHO GREEN dan mendorong replikasi model inisiatif ekonomi hijau di sektor pertanian diseluruh desa di Kabupaten Grobogan. ECHO GREEN merupakan proyek yang didanai oleh Uni Eropa dan merupakan proyek konsorsium yang terdiri atas Yayasan Penabulu selaku Koordinator Program; ICCO Cooperation, Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK), dan Konsil LSM Indonesia selaku Anggota Konsorsium; serta Delegation of the European Union to Indonesia and Brunei Darussalam (Uni Eropa) selaku pendukung konsorsium. Proyek ECHO GREEN bertujuan mempromosikan inisiatif ekonomi hijau oleh petani perempuan dan generasi muda di sektor pertanian berkelanjutan, dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, kesempatan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sebagai upaya mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia.
Sebagai daerah penghasil padi, jagung, dan kedelai terbesar dengan didukung luasnya lahan pertanian serta kontribusi sektor pertanian yang cukup besar dalam PDRB, Kabupaten Grobogan menjadi salah satu dari 3 (tiga) kabupaten di Indonesia yang menjadi lokasi proyek ECHO GREEN ini, selain Kab. Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat & Kab. Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Proyek ECHO GREEN ini sudah berjalan lebih dari 2,5 tahun di Kabupaten Grobogan. Proyek ini melibatkan 3 kecamatan dan 49 desa, yaitu 28 desa di Kecamatan Godong; 20 desa di Kecamatan Penawangan; dan 1 Desa di Kecamatan Karangrayung. Selama itu, proyek tersebut telah menghasilkan beberapa pencapaian yakni tersusunnya visi kolektif pemulihan peran perempuan dan generasi muda tani di Kabupaten Grobogan; tersusunnya peta desa di 49 desa; terbentuknya 22 kelompok generasi muda tani dan kelompok perempuan tani di Kec. Penawangan dan 18 kelompok generasi muda tani dan kelompok perempuan tani di Kec. Godong.Tidak hanya hal itu, proyek ECHO GREEN juga berhasil membuat demplot inisiatif pertanian hijau dan berkelanjutan. Demplot tersebut antara lain: Demplot jamur merang di Desa Manggar Wetan Kecamatan Godong, Demplot pertanian ramah lingkungan dan kemitraan okra di Desa Ketangirejo Kecamatan Godong, Demplot pengolahan limbah rumah tangga menjadi ekoenzim di Desa Lajer Kecamatan Penawangan, dan Demplot pengendalian hama terpadu di Desa Watupawon Kecamatan Penawangan. Proyek ini juga berhasil membentuk Peraturan Desa (Perdes) tentang Tata Kelola Wilayah Desa di Desa Jatilor dan Pahesan Kecamatan Godong serta Desa Sedadi dan Desa Lajer di Kecamatan Penawangan. Pun terjalinnya kemitraan kelompok generasi muda dengan PT Kelola Agro Makmur (KAM) untuk komoditas Okra dalam bentuk MoU (Memorandum of Understanding).
Hadir dalam acara tersebut Kepala BAPPEDA Kabupaten Grobogan, Kepala BPPKAD Kabupaten Grobogan, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Grobogan, Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Grobogan, serta perwakilan dari OPD terkait.
Sumber: Sekretariat Daerah Kabupaten Grobogan

Sumber: http://echogreen.id/sekda-grobogan-terima-audiensi-delegasi-uni-eropa-dan-echo-green/

Delegasi Uni Eropa Minta Pemkab Grobogan Lanjutkan Program Echo Green

Murianews, Grobogan – Pemkab Grobogan, Jawa Tengah diminta melanjutkan program Echo Green yang telah berjalan dalam tiga tahun belakangan. Itu diungkapkan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Novianty E Manurung dalam penutupan agenda peningkatan kapasitas perangkat desa di Hotel Grand Master Purwodadi, Kamis (10/11/2022). Novi mengatakan, progam Echo Green dijalankan Uni Eropa bekerja sama dengan Yayasan Penabulu dalam tiga tahun belakangan ini. Progam ini telah menyasar 49 desa di Grobogan. Program Echo Green bakal berakhir pada Desember 2022 ini. Namun, pihaknya berkeinginan agar program ini tak selesai begitu saja. ’’Kami tidak mau begitu program ini selesai, kegiatan ini selesai. Maunya ada keberlanjutan,’’ kata Novi.

Novi menyebut, dalam komunikasinya dengan pihak Pemkab Grobogan, yang diwakili Sekda Grobogan Moh Sumarsono, Pemkab menjanjikan melakukan strategi replikasi atau penggandaan ke desa-desa lain. ’’Tadi Pak Sekda menjanjikan akan membuat strategi replikasi ke desa-desa lain. Karena, Grobogan ini kan ada 280-an desa, sementara yang kami dampingi hanya 49 desa,’’ imbuhnya. Lebih lanjut, Novi menjelaskan, dalam program Echo Green, pihaknya menguatkan kelembagaan Pemdes agar mampu menerapkan pertanian hijau. Dalam artian, pemupukan tidak dengan pupuk kimia, namun dengan pupuk organik. Menurutnya, masyarakat perlu mengubah pola pikir, sehingga akan lebih mementingkan kesehatan lingkungan dibanding hasil panen. Memang, ketika menggunakan pupuk kimia hasil panen lebih cepat dibanding organik.

’’Jadi kita mencoba mengubah mindset warga desa untuk lebih memikirkan dampak lingkungan, dan kesehatan warganya. Menghindari sebanyak mungkin bahan kimia. Karena ketika pupuk kimia digunakan, selesai panen, tanah akan rusak,’’ paparnya. Novi menyebut, pupuk organik sebenarnya mudah sekali pembuatannya. Karena itu, meski dengan pupuk organik membuat panen lebih lama, namun dari sisi lingkungan jauh lebih sehat.

Sumber : http://echogreen.id/delegasi-uni-eropa-minta-pemkab-grobogan-lanjutkan-program-echo-green/