Ini 4 Prioritas Mentan Jaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi

Menteri Pertanian dari 46 negara di Asia Pasifik mengikuti Konferensi Regional Asia Pasifik (APRC) FAO ke-35. Pertemuan  yang digelar secara virtual untuk pertama kalinya itu membahas situasi terkini dari ketahanan pangan di kawasan.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yassin Limpo menyatakan, terdapat empat prioritas Indonesia dalam situasi pandemi Covid-19. Prioritas ini menyoroti upaya negara untuk memperkuat ketahanan pangan dan sistem pangan dalam pandemi.

“Untuk menopang ketersediaan pangan bagi semua di era normal baru, kami telah mengembangkan kebijakan yang disebut 4 Cara Bertindak, yakni peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan pangan dan sistem logistik, pengembangan pertanian modern, ” ujarnya seperti dikutip dalam keterangan resminya, Jumat (4/9/2020).

Ia mengatakan, meski terjadi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19, namun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di sektor pertanian meningkat 2,19 persen secara tahunan pada kuartal II-2020 tahun. Bila dibandingkan kuartal sebelumnya, pertumbuhan sektor pertanian sebesar 16,24 persen.

Terlepas dari kemunduran global dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs), peringkat ketahanan pangan Indonesia dalam indeks keamanan global telah meningkat dari peringkat 74 pada 2015 menjadi peringkat 62 pada 2019.

Selain itu, Prevalensi stunting menurun dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 27,67 persen pada 2019.

Syahrul pun menyerukan pada peserta APRC untuk memperkuat kolaborasi dan mendukung FAO inisiatif hand in hand.

“Melalui Kerja Sama Selatan-Selatan dan Kerjasama Triangular. Indonesia siap untuk berbagi pengalamani dengan setiap negara di kawasan bersama-sama, untuk berkontribusi dalam pencapaian SDGs,” ujarnya.

Konferensi Regional FAO secara yang diselenggarakan setiap dua tahun merupakan forum untuk membahas tren dan tantangan regional saat ini dan kedepan.

Dalam konferensi tahun ini, inisiatif baru FAO ‘hand in hand’ menjadi salah satu bahasan utama. Inisiatif yang berfokus pada peningkatan kerjsama dan dukungan terhadap potensi daerah tertinggal dan kelompok penduduk yang rentan sejalan dengan komitmen PBB untuk ‘tidak meninggalkan siapa pun’.

Inisiatif menargetkan mereka yang paling rentan, terutama di kelompok populasi, wilayah, dan negara yang lebih miskin. Inisiatif akan berbasis pada bukti di lapangan dan memanfaatkan analisis komprehensif menggunakan data dan informasi geo-spasial multidimensi.

Adapun secara keseluruhan, konferensi apda tahun ini memberikan penekanan khusus pada efek penyebaran virus corona dan dampaknya pada sistem pangan di seluruh dunia dan kawasan Asia Pasifik.

Kawasan Asia Pasifik adalah rumah bagi lebih dari separuh jumlah penduduk dunia yang mengalami kekurangan gizi. Sementara itu, tingkat prevalensi kelaparan hanya turun sedikit dari yang diharapkan.

Kawasan ini masih jauh tertinggal dalam percepatan pengurangan kelaparan dan/atau kekurangan gizi sampai tahun 2030, sesuai dengan batas akhir SDGs yang ditetapkan oleh komunitas global untuk menghapuskan kelaparan.

Direktur Jenderal FAO QU Dongyu pun menyoroti dampak negatif terkait pandemi yang telah dirasakan di seluruh sistem pangan. Menurut dia, tindakan untuk mengendalikan wabah virus mengganggu rantai pasokan pangan global.

Pembatasan pergerakan di perbatasan dan penguncian (lockdown) menghancurkan mata pencaharian dan menghambat transportasi pangan bagi penduduk.

“Kehilangan dan pemborosan pangan meningkat, karena petani harus membuang bahan pangan yang mudah rusak, dan banyak orang di pusat kota yang berjuang untuk mendapatkan makanan segar,” katanya.

Dongyu menekankan bahwa petani kecil dan keluarganya, pekerja pangan di semua sektor, serta mereka yang hidup di sistem ekonomi yang bergantung pada komoditas dan pariwisata, sangatlah rentan. Oleh sebab itu, mereka semua perlu mendapatkan perhatian khusus.

“Kita perlu mengkaji kembali sistem pangan dan rantai nilai pangan, kita harus lebih memanfaatkan inovasi dan teknologi pertanian yang ada, dan mempertimbangkan teknologi terbaru,” kata Dong Gyu.

Adapun dalam upaya menghadapi pandemi, FAO juga telah meluncurkan program respons dan pemulihan Covid-19, yang memungkinkan donor untuk memanfaatkan kekuatan organisasi, data terkini, sistem peringatan dini, dan keahlian teknis untuk mengarahkan dukungan di daerah mana dan kapan paling dibutuhkan.

Oleh Yohana Artha Uly

Sumber: http://echogreen.id/ini-4-prioritas-mentan-jaga-ketahanan-pangan-di-tengah-pandemi/

Lahan Produktif Pertanian Grobogan Didesak Tak Beralih Fungsi

GROBOGAN, suaramerdeka.com – Lahan produktif pertanian di Kabupaten Grobogan didesak untuk tidak beralih fungsi, baik menjadi sektor perindustrian maupun pemukiman. Pasalnya sektor pangan merupakan bagian penting untuk menopang perekonomian, terutama di masa pandemi.

Staf Advokasi dan Kemitraan ECHO Green Sardi Winata mengemukakan, keberlanjutan lahan produktif pertanian harus tetap dijaga agar tidak terjadi krisis pangan saat pandemi. Menurutnya, beberapa negara mulai kesulitan pangan akibat pandemi ini. “Kabupaten Grobogan ini penyokong pangan secara nasional. Ini harus terus dijaga, dengan menjaga lahan produktif pertaniannya. Selain itu, peran serta pemuda dan perempuan di sektor pertanian juga perlu didorong lagi,” katanya.

Sardi menjelaskan, program ECHO Green dari Yayasan Penabulu bersama konsorsiumnya yang mendapat dukungan dari uni eropa itu dilaksanakan di dua kecamatan Kabupaten Grobogan, yakni Kecamatan Godong dan Kecamatan Penawangan. Program tersebut akan berlangsung selama tiga tahun.

Pada tahun pertama, pihaknya melakukan pemetaan tata ruang desa lebih dulu. Itu sebagai upaya konsolidasi dengan kepala desa. Kegiatan itu dilakukan untuk mengetahui kondisi ruang pertanian di masing-masing desa, sehingga, napas pertanian bisa terjaga.

Di tahun kedua, pihaknya baru masuk ke sektor pertanian langsung. Pada tahap ini, pihaknya mulai menyentuh para petani, tentunya petani perempuan dan petani muda. Di kesempatan itu pihaknya terus mendorong mereka untuk terlibat dalam rantai pertanian, mulai dari pemilihan benih hingga pemasarannya.

“Rantai pertanian ini panjang, mulai dari pemilihan benih berkualitas, hingga pemasarannya. Nah, mereka bisa terlibat di sana, apakah sebagai penentu pemilihan benih, penggunaan benih, hingga bagaimana hasil panen tersebut dipasarkan,” ujarnya.

Tahun selanjutnya, Sardi berharap pelaksanaan program ECHO Green bisa digaungkan di daerah lain. Di mana, pemuda dan perempuan bisa sukses di sektor lainnya. Kabupaten Grobogan sendiri merupakan salah satu pilot project selain di Lombok Timur, Provinsi NTB dan Padang Pariaman, Provinsi Sumatra Barat.

“Untuk sukseskan itu, ada tiga komponen kemitraan yang kami bangun, yakni dengan pemerintah, kelompok tani, dan swasta. Pemerintah dengan regulasi untuk mendorong partisipan pemuda dan perempuan pada pertanian, dan apa yang dihasilkan bisa ditangkap swasta untuk pemasarannya,” jelasnya.

Sesuai nama programnya, Sardi berharap kegiatan pertanian yang dilaksanakan nanti adalah pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan. ‘’Salah satunya dengan pupuk organik sehingga menghasilkan produk yang sehat. Tapi itu kembali ke masing-masing,” tandasnya.

Oleh Zulkifli Z Fahmi

Sumber: http://echogreen.id/lahan-produktif-pertanian-grobogan-didesak-tak-beralih-fungsi/

Pertahankan Area Hijau di Desa

GODONGRadar Kudus – Penabulu Foundation Echo Green melakukan tata ruang dan tata guna lahan di dua kecamatan. Sosialisasi ini bertujuan agar lahan desa, seperti sawah tetap dipertahankan agar ada area hijau di desa. Go green in your area. NPN Nasional Project Manajer Echo Green Dida Suwarida mengatakan, kegiatan ini dimulai dari tahun ini hingga 2022 nanti. Tahun pertama untuk memilih kader di Kecamatan Godong dan Penawangan.

“Di Kecamatan Godong ada 28 desa. Setiap desa mengusulkan satu kader. Nantinya akan dipilih lima kader muda sebagai perwakilan di kecamatan,” ujarnya.

Pada tahun kedua akan difokuskan untuk memetakan model pertanian berkelanjutan. Pihaknya akan membentuk demplot-demplot di dua kecamatan.

Di tahun terakhir, kader dan tim promosi hasil pertanian ke kancah nasional dan internasional. “Di masing-masing desa menghasilkan lima peta untuk tata kelola lahan desa. Lima peta itu diantarannya sumber daya alam, kawasan konservasi tinggi, penggunaan lahan pertanian, kerentanan bencanan dan tata kelola sumber daya air dan irigasi,” jelasnya.

Peta tersebut dimaksud sebagai dasar mengatur alokasi zona ekonomi hijau. Dengan harapan lahan desa yang ada nantinya tidak bisa dipakai untuk alokasi lain. Sehingga  sudah jelas peruntukannya.

“Kami juga bekerja sama dengan Uni Eropa. Inti dari kegiatan ini selain untuk tata ruang dan guna lahan desa, sekaligus mengembalikan peran pemuda dan perempuan dalam sektor pertanian. Memastikan keterlibatan efektif perempuan, pemuda dan kelompok lain yang terpinggirkan/tidak berdaya secara ekonomi,” pungkasnya.

Diketahui, rantai pertanian saat ini didominasi petani laki-laki. Petani perempuan hanya seperempat dari totat petani di Indonesia. Jumlah petani muda pun tidak lebih dari satu persen dari total petani. Saat ini, peran petani perempuan di sektor pertanian semakin berkurang dan sektor ini ditinggalkan pemuda. Maka lahan desa akan semakin terancam di masa depan. Dengan pengelolaan ini, diharapkan ancaman lahan desa tidak terjadi. (int/mal)

Sumber: http://echogreen.id/pertahankan-area-hijau-di-desa/

25 Desa di Lombok Timur Ikuti Pelatihan Proyek Echo Green

MATARAM – Proyek ECHO Green di Lombok Timur akan mendorong peningkatan kapasitas kelompok petani perempuan dan generasi muda. Sebanyak 25 desa di 3 kecamatan di Kabupaten Lombok Timur akan mengembangkan kapasitasnya di sektor pertanian. Ketiga kecamatan yang menjadi prioritas ECHO Green diantaranya, Kecamatan Sembalun, Kecamatan Suela dan Kecamatan Sambelia.

Sekretaris Daerah Lombok Timur, Drs. HM. Juaini Taopik, MAp saat membuka training yang disponsori ECHO Green berharap, pelatihan tersebut akan mendorong tumbuhnya Kader Desa Tata Ruang dan Tata Guna Lahan yang mampu berperan sebagai fasilitator dalam proses penyusunan Tata Ruang Desa dan Tata Guna Lahan di desa masing-masing secara mandiri. Selanjutnya dapat mendukung Tim Pemetaan Desa (TPD) dalam membuat Peta Tematik, terutama Peta Sumber Daya Alam Desa dan Peta Penggunaan Lahan Pertanian Desa. Serta Peta Tematik lainnya yaitu Peta Kerentanan Bencana, Peta Tata Kelola Sumber Daya Air dan Irigasi
(Hidrologi), dan Peta Kawasan Konservasi Tinggi (NKT/HCV).

“Training ini tentang Perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Desa yang Inklusif Berbasis Perempuan dan Pemuda untuk Pertanian Berkelanjutan untuk Kader Desa di Kabupaten Lombok Timur,” ujar Sekda Lotim Juaini Taopik.

Dihadapan peserta training yang diutus dari masing-masing kader desa, kecamatan se Lombok Timur, Sekda Juaini Taopik bahwa ECHO Green akan memfasilitasi pertemuan kepala desa di tiap kecamatan untuk membahas perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Desa, Memperkuat pemahaman dan kapasitas teknis para pihak di lokasi program ECHO Green serta membina kader sebagai fasilitator lokal dalam melakukan Tata Ruang Desa dan Tata Guna Lahan yang dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi perempuan dan pemuda kelompok tani. Diharapkan dari pelaksanaan kegiatan pelatihan ini para kader dapat mendukung pelaksanaan penyusunan Tata Ruang Desa dan Tata Guna Lahan Desa melalui ECHO Green. Disamping itu akan memperkuat keterlibatan perempuan dan pemuda dalam pembangunan desa di bawah tatanan desa yang baru berdasarkan Undang-Undang Desa bahwa Pemerintah Desa memiliki wewenang untuk menyusun Rencana Tata Ruang Desa dan Rencana Tata Guna Lahan Desa yang terintegrasi. Artinya, proses-proses perencanaan yang dilakukan harus partisipatif, memastikan keterlibatan efektif perempuan, generasi muda dan kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut ECHO Green telah menyusun modul/guideline yang merujuk pada toolkits analisis gender, UU Desa, UU Perencanaan Tata Ruang, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 41/2007 tentang klasifikasi penggunaan lahan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 20/2007 tentang Pedoman Analisis Teknis dalam Perencanaan Tata Ruang. Selain itu Pedoman ini juga telah mengadaptasi dan menggabungkan metode Penilaian cepat partisipatif dan perencanaan penggunaan lahan berbasis masyarakat.

Kegiatan ini pun dapat mengimplementasikan penggunaan pedoman tersebut diperlukan pelatihan (Training) di tingkat kabupaten. Yaitu, Pelatihan Perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Desa yang Inklusif untuk OMS, perangkat pemerintah desa dan kecamatan, dan pemimpin kelompok perempuan dan pemuda di tingkat kabupaten (Training on Inclusive Village Spatial and Land-Use Planning for CSOs, Village and Sub-District Government Apparatus, and Women and Youth Group Leaders at District Level).

Tak kalah pentingnya, memfasilitasi pembentukan Tim Pelaksanan Desa (TPD) dalam melakukan Pemetaan melalui Tim Pemetaan Desa dan penyusunan Peraturan Desa melalui Tim Penyusunan Perdes terkait Tata Ruang Desa yang melibatkan perwakilan kelompok perempuan dan pemuda di tiap desa.

Pelatihan ECHO Green berlangsung di salah satu hotel di kawasan Senggigi berlangsung dari tanggal 6-9 Oktober 2020 mendatang. Dalam.pelatihan tersebut, peserta diharuskan memperhatikan protokol kesehatan. (wr-dy)

Sumber: http://echogreen.id/25-desa-di-lombok-timur-ikuti-pelatihan-proyek-echo-green/

Proyek Echo Green, Kelompok Generasi Pemuda dan Peremppuan Tani Dibentuk

GROBOGAN, suaramerdeka.com – Kelompok generasi muda tani dan petani perempuan mulai di bentuk di Kecamatan Penawangan dan Godong, sejak awal Maret lalu. Pembentukan ini merupakan bagian dari proyek Echo Green yang dikoordinatori Yayasan Penabulu.

Proyek Echo Green merupakan program untuk mempromosikan inisiatif ekonomi hijau pada perempuan dan pemuda petani di sektor pertanian berkelanjutan di Indonesia. Dengan didanai Uni Eropa senilai 950 ribu euro atau senilai Rp 16,6 miliyar, program ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

‘’Selain sektor ketahanan pangan, program ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja yang layak dan menumbuhkan ekonomi secara inklusif. Ini sebagai upaya mendukung capaian tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” kata National Project Manager (NPM) Echo Green Dida Swarida, Sabtu, 20 Maret 2021.

Dida menjelaskan, Kabupaten Grobogan merupakan salah satu dari tiga kabupaten yang menjadi tempat kegiatan Echo Green. Dua lainnya, yakni Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat dan Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Total, ada 100 desa dan delapan kecamatan di tiga kabupaten itu.

Untuk memudahkan jalannya, kegiatan, pihaknya sudah mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah maupun organisasi masyarakat setempat. Saat ini, Echo Green telah berjalan selama satu tahun.

Kegiatan dimulai dari penyusunan peta rencana wilayah dan ruang desa secara partisipatif. Dalam bergerak, mereka melibatkan peran serta perempuan dan generasi muda desa setempat. Kini, Echo Green telah memasuki fase tahun kedua, yakni pembentukan kelompok generasi muda tani dan petani perempuan.

‘’Pembentukan kelompok generasi muda tani dan petani perempuan ini melalui koordinasi dan kolaborasi antarpemerintah desa. Di samping itu, kami juga melakukan identifikasi tokoh-tokoh kunci untuk menjadi bagian kelompok agar tujuan kegiatan bisa tercapai sesuai rencana,” ujarnya.

Pihaknya berharap, dengan pembentukan kelompok ini akan muncul kader muda dan perempuan yang dapat berpartisipasi dan mendukung pembangunan di sektor pertanian berkelanjutan.

Sumber: http://echogreen.id/proyek-echo-green-kelompok-generasi-pemuda-dan-perempuan-tani-dibentuk/

Kelompok Perempuan Tani Dibentuk

GROBOGAN, suaramerdeka.com – Kelompok generasi muda tani dan petani perempuan mulai di bentuk di Kecamatan Penawangan dan Godong, sejak awal Maret lalu. Pembentukan ini merupakan bagian dari proyek Echo Green yang dikoordinatori Yayasan Penabulu.

Proyek Echo Green merupakan program untuk mempromosikan inisiatif ekonomi hijau pada perempuan dan pemuda petani di sektor pertanian berkelanjutan di Indonesia. Dengan didanai Uni Eropa senilai 950 ribu euro atau senilai Rp 16,6 miliyar, program ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

‘’Selain sektor ketahanan pangan, program ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja yang layak dan menumbuhkan ekonomi secara inklusif. Ini sebagai upaya mendukung capaian tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” kata National Project Manager (NPM) Echo Green Dida Swarida, Sabtu, 20 Maret 2021.

Dida menjelaskan, Kabupaten Grobogan merupakan salah satu dari tiga kabupaten yang menjadi tempat kegiatan Echo Green. Dua lainnya, yakni Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat dan Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Total, ada 100 desa dan delapan kecamatan di tiga kabupaten itu.

Untuk memudahkan jalannya, kegiatan, pihaknya sudah mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah maupun organisasi masyarakat setempat. Saat ini, Echo Green telah berjalan selama satu tahun.

Kegiatan dimulai dari penyusunan peta rencana wilayah dan ruang desa secara partisipatif. Dalam bergerak, mereka melibatkan peran serta perempuan dan generasi muda desa setempat. Kini, Echo Green telah memasuki fase tahun kedua, yakni pembentukan kelompok generasi muda tani dan petani perempuan.

‘’Pembentukan kelompok generasi muda tani dan petani perempuan ini melalui koordinasi dan kolaborasi antarpemerintah desa. Di samping itu, kami juga melakukan identifikasi tokoh-tokoh kunci untuk menjadi bagian kelompok agar tujuan kegiatan bisa tercapai sesuai rencana,” ujarnya.

Pihaknya berharap, dengan pembentukan kelompok ini akan muncul kader muda dan perempuan yang dapat berpartisipasi dan mendukung pembangunan di sektor pertanian berkelanjutan.

Sumber: http://echogreen.id/2340-2/

Kolaborasi yayasan Penabulu dan Tani Hub Grup Untuk Pertanian Indonesia

JUMAT – 13 AGUSTUS 2021, Yayasan Penabulu dan Tani Hub Group (TaniFoundation) bersama – sama menyelenggarakan kick-off meeting perdana sebagai bentuk kerjasama pelatihan pertanian.

Yayasan Penabulu bersama Tani Hub Group (Tani Foundation) menyelenggarakan kick-off meeting secara virtual pada Jumat, 13 Agustus 2021 sebagai bentuk kolaborasi untuk mendukung program ECHO Green dalam hal pengembangan pertanian yang inklusif dan berkelanjutan bagi kelompok petani perempuan dan generasi muda tani di tiga kabupaten sasaran program ECHO Green.

Promoting Green Economic Initiatives by Women and Youth Farmers in the Sustainable Agriculture Sector in Indonesia (ECHO Green)” adalah salah satu program yang diinisiasi oleh Yayasan penabulu bersama Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Konsil LSM Indonesia dan ICCO Cooperation yang didanai oleh Uni Eropa senilai €950.000 atau Rp 16.6 miliar dan bekerja di tiga kabupaten di Indonesia, yaitu Padang Pariaman (Sumatera Barat), Grobogan (Jawa Tengah) dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat).

Dida Suwarida, National Program Manager ECHO Green, mengatakan bahwa Yayasan Penabulu khususnya program ECHO Green memiliki tujuan yang sama dengan Tani Hub Group (TaniFoundation) untuk mensejahterakan pertanian Indonesia. Ia juga berharap kerjasama ini bisa berjangka panjang dan memberikan dampak sosial yang lebih luas lagi.

Setyo Dwi Herwanto, sebagai Direktur Institut Riset Yayasan Penabulu, mengatakan bahwa dirinya sependapat dengan pernyataan sebelumnya yang sama – sama berharap kerjasama ini dapat terus terjalin dan semoga bisa dilakukan dengan program – program lainnya yang ada di Yayasan Penabulu.

Selanjutnya Deeng Sanyoto sebagai Head of Partnership and Social Impact Tani Hub, mengatakan bahwa Kami (Tani Hub) bertujuan untuk mendukung petani dengan menyelesaikan tiga masalah terbesar melalui teknologi, akses ke pasar, akses ke modal dan akses ke persediaan.

“Tidak hanya capacity building yang ingin kita capai tetapi kita juga berharap dapat memberikan dampak sosial yang luas (Social Impact). Dan kita percaya apapun skill yang dimiliki bisa berkontribusi untuk pertanian Indonesia dan mengembangkan pertanian yang lebih baik lagi”

Selanjutnya, tujuan dari kolaborasi antar Yayasan Penabulu dengan Tani Hub Group dalam mengadakan pelatihan Pertanian untuk mendukung program ECHO Green, yaitu mewujudkan:

  • Daya Tahan Petani (Farmers’ Resilience) dimana Tani Foundation berupaya mewujudkan petani yang mampu meningkatkan skala usaha mereka di tengah tantangan pasar dan iklim.
  • Peningkatan Kualitas Pertanian (Improved Agricultural Quality) dimana TaniFoundation berupaya mewujudkan petani yang mampu menghasilkan produk pertanian dalam kualitas dan kuantitas yang baik dengan memanfaatkan pengetahuan dan teknologi terkini dalam pertanian.
  • Ekosistem yang kolaboratif dan berkelanjutan (Collaborative and Sustainable Ecosystem) dimana TaniFoundation berupaya mewujudkan petani yang mampu berkolaborasi dengan pihak – pihak terkait untuk meningkatkan skala usaha, kualitas/kuantitas produksi, serta kesejahteraan mereka.

Sumber: http://echogreen.id/kolaborasi-yayasan-penabulu-dan-tani-hub-group-untuk-pertanian-indonesia/

Dialog Interaktif Echo Green Dalam Rangka Hari Tani Nasional 2021 RRI Padang- Pro 1 97,5 FM

Sumber: http://echogreen.id/dialog-interaktif-echo-green-dalam-rangka-hari-tani-nasional-2021-rri-padang-pro-1-975-fm/

Ranti Petani cabagi Asli Grobogan Lebih Memilih Bertani Ketimbang Kerja di Kantoran

GROBOGAN, suaramerdeka.com – Bertani bukan sebuah pilihan popular bagi para generasi milenial saat ini.

Mereka lebih memilih pekerjaan yang kekinian atau pekerjaan tetap seperti perkantoran, guru, hingga menjadi buruh di sebuah pabrik perseroan. Atau jika memilih usaha sendiri, berdagang adalah sebuah pilihan yang mereka cari.

NAMUN berbeda dengan seorang Marantias Tiandari (28). Gadis manis asli Desa Guci, Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan ini lebih memilih untuk meneruskan pekerjaan almarhum ayahnya sebagai petani Lombok.

Kisah Ranti sapaan akrabnya, yang memilih untuk menggeluti dunia pertanian patut dijadikan teladan bagi kaum muda.

“Teman seangkatan saya di di SMK 1 Purwodadi rata-rata lebih memilih bekerja di kantoran, tapi jarang yang seperti saya. Menurutku lebih enak jadi bos untuk diri sendiri,” ujar putri pasangan alm Maryoto dan Siti Toharoh itu saat ditemui Suara Merdeka di kediamannya.

Keputusannya menjadi petani memang tidak langsung datang tiba-tiba. Tahun 2011, usai lulus sekolah, Ranti sempat mencari pekerjaan di Semarang. Namun hasilnya nihil. Tak ada satupun panggilan kerja dari puluhan kertas lamaran yang telah ia diajukan ke perusahaan.

Hingga akhirnya, dia nekat mengadu nasib ke luar negeri. Pada tahun 2013, Ranti pamit kepada kedua orang tuanya untuk bekerja di salah satu pabrik di Korea Selatan.

“Rencana awal sih pergi ke luar negeri mau kuliah jurusan Administrasi karena memang dulu di SMK lulusan Administrasi Perkantoran,” katanya.

Sepulang dari Korea, keluarga di rumah sedang sibuk bersiap untuk menanam. Lahan, bibit dan segala sesuatu yang dibutuhkan sudah dipersiapkan.

Namun, sang ayah, Maryoto jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Persiapan tanam pun buyar. Keluarga berduka. “Benih yang disiapkan akhirnya dijual kembali,” katanya.

Merintis Kembali

Kakak dari Nico Ageng Wibowo (19), itu tidak mau larut dalam kesedihan yang mendalam, meski meninggalnya sang ayah memang membuat ia dan keluarganya terpukul. Namun, hal itu hanya akan membuatnya terjerumus dalam kegagalan.

Dibantu sang paman (Dani), Ranti mencoba merintis kembali usaha ayahnya. Ranti mulai belajar memahami cara mengolah lahan, membuat pembenihan, cara menanam, pemupukan, hingga pemasaran. “Terjun di dunia pertanian tanpa guru, hanya dibantu om saya,” sambungnya.

Awalnya, Ranti hanya meneruskan usaha sang ayah. Kemudian, Tahun 2019 Ranti membeli tanah seluas 1.300 meter persegi untuk memperluas lahan. Pilihannya jatuh pada tanaman cabai.

“Orang sini monoton hanya menanam padi dan bawang merah. Kalau cabai masih kurang peminatnya,” tuturnya sembari mengingat kembali memori masa lalunya.

Pada tahun 2020, Ranti pertama kali merasakan panen lombok dari hasil usahanya sendiri. Ranti girang bukan main. “ Saya panen Lombok sendirian. Hasilnya 20 kilogram,” tuturnya antusias.

Baginya, terjun di dunia pertanian secara penuh adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Banyak hal-hal baru yang ia jumpai.

Jika sebelumnya, ia hanya bantu-bantu ayahnya saat panen, kini ia harus mengerjakan semuanya sendiri.

Jungkir balik dalam bertani tak membuatnya kendur dan memilih terus berjuang karena dirinya yakin tak ada usaha yang sia-sia. “Harapannya tidak muluk-muluk, terpenting selalu jalan terus,” ucap dia.

Bahkan, ia sempat harus menanggung kerugian Rp 10-15 juta gara-gara harga cabai anjlok pada tahun 2020. Saat itu, harga lombok di Grobogan turun drastis.

Dari harga semula Rp 20 ribu perkilogram turun menjadi Rp dua ribu hingga Rp empat ribu perkilogram.

“Awal pandemi semua harga anjlok. Dijual pun susah. Akhirnya, cabai-cabai itu saya jemur, dikeringkan. Saya jual kering. Dari 10 kg cabai yang dikeringkan hanya 2 kg yang terjual,” kisah dia.

Kendala lainnya, adalah hama tikus, jamur dan sulitnya mencari pupuk yang jamak dihadapi para petani di Grobogan.

“Susah mencari pupuk subsidi, harganya naik drastis. Padahal harga cabai sedang anjlok. Tapi kalau mau jadi petani sejati itu mau gagal mau sukses ya harus dijalani, jadi prinsip itu,” tandasnya.

Kini, Ranti ingin memperluas bisnisnya dengan berjualn pupuk dan kebutuhan pertanian lainnya. Berkat ketekunan dan keuletannya, ia berhasil menjadi petani muda yang sukses.

“Dengan kehadiran tim ECHO Green yang didukung pendanaan Uni Eropa kami semakin semangat dalam mengembangkan pengetahuan bertani,” katanya.

Ranti berharap di Hari Tani Nasional ini kalangan generasi muda mengikuti jejaknya menjadi petani. Menurutnya, Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Memiliki lahan yang sangat luas dan subur.

“Ayolah jangan turun ke kantoran saja, cobalah turun ke pertanian. Indonesia lahannya luas lho, kita bisa menjadi negara super lho. Kenapa ga dikembangin negara kita,” ucapnya.

Sumber: http://echogreen.id/ranti-petani-cabai-cantik-asli-grobogan-lebih-memilih-bertani-ketimbang-kerja-di-kantoran/

Program Echo Green Gelar Pelatihan Pertanian dan Penanganan Pasca Panen Untuk Komoditas Prioritas Berdasarkan Model Terpilih

Mataram, Selaparangnews.com– Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertanian menyumbang 13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2020 dengan pertumbuhan 2,59 persen (YoY) pada kuartal keempat tahun 2020 menjadi penyumbang terbesar ketiga bagi PDB, karena pertanian telah mendukung perekonomian bangsa.

Terlepas dari pertumbuhan dan signifikansi pertanian, ada banyak tantangan yang dihadapi oleh 33,5 juta petani di balik pertanian Indonesia. Selama masa persiapan cocok tanam, banyak petani mengalami kesulitan akses modal dan belum menerapkan metode persiapan yang matang.

Selain itu, banyak juga petani yang masih mengandalkan metode tradisional dan banyak produksi pertanian yang terancam oleh kondisi iklim. Dan pada masa panen dan pasca panen, banyak petani yang mengalami kesulitan dalam menyalurkan hasil produksinya karena keterbatasan akses pasar.

Berangkat dari persoalan itu, maka Penabulu sebagai lead bersama mitra pelaksana yaitu ICCO Cooperation, Konsil LSM dan KpSHK, secara konsorsium melaksanakan “Promoting Green Economic Initiatives by Women and Youth Farmer in The Sustainable Agriculture Sectors in Indonesia (ECHO Green)”

Hal itu bertujuan untuk mempromosikan inisiatif ekonomi hijau oleh petani perempuan dan generasi muda di sektor pertanian berkelanjutan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, kesempatan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Kegiatan utama dari proyek ini adalah untuk memperkuat efektivitas keterlibatan perempuan dan pemuda dalam tata ruang desa dan tata guna lahan, Meningkatkan praktik pertanian berkelanjutan kelompok tani perempuan dan pemuda di 3 kabupaten sasaran di 3 Provinsi di Indonesia; Padang Pariaman (Sumatera Barat), Grobogan (Jawa Tengah) dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat) periode Januari 2020 hingga Desember 2022.

Untuk mendukung tujuan tersebut, Program ECHO Green yang didanai Uni Eropa melakukan kolaborasi dengan Tani Foundation; sebuah organisasi yang bergerak dalam mewujudkan kegiatan pertanian yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan petani.

Kegiatan Pelatihan tentang pertanian yang baik dan praktik penanganan pasca panen untuk komoditas prioritas berdasarkan model praktik pertanian terpilih di kabupaten Lombok Timur dilaksanakan selama 3 hari di Hotel Santika Mataram – NTB, yakni dari 09 hingga 11 November 2021

Kolaborasi/kerjasama dilakukan melalui capacity building berupa pelatihan untuk peningkatan pengetahuan dan kapasitas tim di internal Echo Green dan petani di wilayah kerja Echo Green sehingga dapat memperoleh pengetahuan baru yang akan meningkatkan produktivitas pada masa persiapan cocok tanam, masa cocok tanam, dan masa panen dan pasca panen.

Kerjasama berupa pelatihan dan peningkatan kapasitas dilakukan pada dua fase yang akan melibatkan tim internal Echo Green dan be neficiaries di masing-masing wilayah.

Pada fase pertama dilakukan peningkatan kapasitas untuk tim internal ECHO Green melalui kegiatan Train of Trainers untuk PM, SDC dan TA, yang bertujuan ditujukan untuk membekali tim ECHO Green sebagai fasilitator yang memiliki kapasitas dalam perencanaan keuangan bagi kegiatan pertanian, praktik pertanian sesuai standar Good Agriculture Practice, dan dinamika permintaan-penawaran komoditas pertanian. Kegiatan ini telah dilakukan pada tanggal 20, 23 dan 25 Agustus 2021.

Selanjutnya, pada fase kedua kegiatan peningkatan kapasitas kolaborasi ECHO Green dan Tani Foundation akan melakukan seri pelatihan yang akan melibatkan beneficiaries di masing-masing wilayah intervensi ECHO Green, setiap wilayah akan mengajukan satu perwakilan dari kelompok tani yang didampingi untuk mengikuti seri kegiatan ini.

Secara implementatif, kegiatan akan didampingi oleh SDC dan TA Pertanian yang telah mengikuti seri kegiatan pada fase pertama dan di fasilitasi oleh perwakilan dari Tani Foundation.

Meningkatnya pengetahuan peserta yang berasal dari perwakilan kelompok petani perempuan dan generasi muda terbentuk dalam praktik pertanian ramah lingkungan sesuai standart GAP dan GHP.

Selain itu ialah adanya fasilitator/kader petani perempuan dan generasi muda tani dari masing-masing kelompok yang terbentuk dan didampingi.

Kegiatan pelatihan dilakukan melalui kolaborasi ECHO Green bersama Tani Foundation yang akan dihadiri oleh perwakilan kelompok tani perempuan dan generasi muda tani di 3 kabupaten sasaran.
Kegiatan dilakukan selama 3 hari pelatihan di masing-masing kabupaten, dengan tema pelatihan yang berbeda di setiap sesinya.
Di setiap sesi akan dipandu oleh fasilitator (PM di masing-masing kabupaten, SDC dan TA Lokal). Serta akan dipandu oleh Tenaga Ahli, baik dari ECHO Green maupun dari Tani Foundation.

Setiap sesi diisi dengan kegiatan penyampaian materi, tanya jawab, uraian tugas kelompok, presentasi dan kesimpulan. Setiap sesi akan dilengkapi dengan pre-test dan post-test yang bertujuan untuk menilai pemahaman peserta dalam menangkap materi dan tugas yang diberikan.

Mengacu situasi pandemi COVID-19 di 3 wilayah, teknis kegiatan mematuhi kebijakan PPKM di setiap wilayah. Kegiatan offline juga akan memberlakukan protokol kesehatan yang telah ditentukan oleh pemerintah. (*)

Sumber: http://echogreen.id/program-echo-green-gelar-pelatihan-pertanian-dan-penanganan-pasca-panen-untuk-komoditas-prioritas-berdasarkan-model-terpilih/